Edisi N0: 4 -Desember 2009 M/Dzul Hijjah 1430 H
Surah : al-Fatihah ayat : 6-7
Terjemahannya : (6) ( Ya Allah ) berilah kami
petunjuk kepada jalan yang lurus,(7) yaitu jalannya orang-orang yang Engkau
beri nikmat ( mukmin ), bukan jalannya orang yang Engkau Murkai dan bukan pula
jalannya orang yang sesat.
Mukaddimah :
Mayoritas ahli tafsir menyepakati pemaknaan ayat : jalannya orang yang Engkau beri nikmat adalah jalan hidup orang mukmin, dan jalannya orang yang Engkau murkai adalah jalan hidup orang Yahudi, dan jalannya orang yang tersesat adalah jalan hidup orang-orang Nasrani
Mayoritas ahli tafsir menyepakati pemaknaan ayat : jalannya orang yang Engkau beri nikmat adalah jalan hidup orang mukmin, dan jalannya orang yang Engkau murkai adalah jalan hidup orang Yahudi, dan jalannya orang yang tersesat adalah jalan hidup orang-orang Nasrani
Penafsiran ini tentu berdasarkan pada dominasi makna kalimah itu
sendiri, sehingga " keimanan " merupakan kenikmatan puncak bagi
manusia karena merupakan jalan yang dapat membuat bahagia dunia dan akherat,
dan nikmat ini tidak semua manusia dianugerahi .
Sedangkan alasan Allah murka adalah karena mereka dengan sengaja menentang ajaran Islam karena merasa memiliki kelebihan yang tidak dimiliki oleh yang lain.
Adapun ketersesatan yang terjadi adalah sebagai akibat dari kebodohan yang dipuja sehingga menimbulkan fanatisme buta, padahal jalan tersebut berbeda atau bahkan bertolak belakang dengan Islam.
Sedangkan alasan Allah murka adalah karena mereka dengan sengaja menentang ajaran Islam karena merasa memiliki kelebihan yang tidak dimiliki oleh yang lain.
Adapun ketersesatan yang terjadi adalah sebagai akibat dari kebodohan yang dipuja sehingga menimbulkan fanatisme buta, padahal jalan tersebut berbeda atau bahkan bertolak belakang dengan Islam.
Bahasan :
Pada ayat 5 surah al-Fatihah telah dijelaskan tentang hak dan
kewajiban serta bentuk korelasi ( hubungan ) imbal balik antara Allah Sang
Pencipta dan manusia sebagai makhluk ciptaan, yang intisarinya adalah "
ketergantungan manusia pada pertolongan Allah secara mutlak ", dan
pertolongan yang seharusnya diminta dan diharapkan manusia dari Allah Tuhannya
adalah : " Berilah kami petunjuk kepada jalan yang lurus "
Dan di dalam mukaddimah telah dijelaskan bahwa " jalan yang
lurus " itu adalah jalannya orang-orang yang beriman, yakni cara hidup
yang dapat mengakibatkan terciptanya kebahagiaan lahir batin, dunia dan
akherat. Hal yang demikian tentunya sulit dinalar dan sulit pula dimasukkan akal,
bagi mereka yang hidup tidak menempuh jalan iman. Sebab rata-rata manusia dalam
mengorientasikan hidup dan dalam memahami nikmat Allah tentulah selalu
memaknainya dengan materi atau kondisi jiwa yang sesuai dengan kehendaknya, dan
parahnya lagi banyak yang memaknai keimanan hanyalah sebatas " nasib
" yakni jika nasibnya baik ya iman, kalau tidak ya tidak iman. Sungguh
naif pemahaman semacam ini.
Padahal kalau nikmat itu hanya dimakanai sebagai jenis dan jumlah materi tertentu, maka betapa banyak manusia yang susah dan sulit mendapatkan kebahagiaan hidup hanya lantaran melimpahnya materi duniawi.
Demikian juga ( yang dianggap ) nikmat-nikmat lain yang bersifat semu dan terbatas hanya dalam lingkup kebendaan, pastilah akan berujung pada : kejemuan, kejenuhan, mencari yang lain, ragu dan bimbang serta terobsesi untuk mendapatkannya secara instan ( tidak mau bersusah payah )....dan apabila telah mendapatkannya, kebanyakan akan berakhir pada : sifat kikir, ujub, riya', hubbud-dun-ya ( cinta dunia ), karohiyatul maut ( takut mati ), dan lupa akhirat.
Padahal kalau nikmat itu hanya dimakanai sebagai jenis dan jumlah materi tertentu, maka betapa banyak manusia yang susah dan sulit mendapatkan kebahagiaan hidup hanya lantaran melimpahnya materi duniawi.
Demikian juga ( yang dianggap ) nikmat-nikmat lain yang bersifat semu dan terbatas hanya dalam lingkup kebendaan, pastilah akan berujung pada : kejemuan, kejenuhan, mencari yang lain, ragu dan bimbang serta terobsesi untuk mendapatkannya secara instan ( tidak mau bersusah payah )....dan apabila telah mendapatkannya, kebanyakan akan berakhir pada : sifat kikir, ujub, riya', hubbud-dun-ya ( cinta dunia ), karohiyatul maut ( takut mati ), dan lupa akhirat.
Sehingga dalam ayat 6 ini dengan jelas disebutkan bahwa
seyogyanya manusia itu mohon pertolongan Allah dalam bentuk agar dimudahkan
menuju jalan keimanan dan ketakwaan serta diistiqomahkan agar selalu berada
dijalan itu, karena sesungguhnya dengan keimanan dan ketakwaan yang kokoh,
banyaknya harta benda materi tidak mengakibatkan hilangnya rasa bahagia,
tingginya derajat dan jabatan tidak membuat gelisah hidup, namun justru akan
mendatangkan ketenangan hati sebagai awal dari tumbuhnya rasa bahagia.
Sebab nilai-nilai yang diajarkan dalam nuansa " iman " ini adalah nilai-nilai luhur yang disampaikan oleh Allah Sang Pencipta manusia, sehingga amat mustahil apabila nilai luhur tersebut tidak diperuntukkan demi kebahagiaan manusia ciptaan-Nya. Ibarat ketertarikan manusia akan kemewahan dunia itu racun penyakit, maka obat penawar racun itu disebut " keimanan dan ketakwaan "
Sebab nilai-nilai yang diajarkan dalam nuansa " iman " ini adalah nilai-nilai luhur yang disampaikan oleh Allah Sang Pencipta manusia, sehingga amat mustahil apabila nilai luhur tersebut tidak diperuntukkan demi kebahagiaan manusia ciptaan-Nya. Ibarat ketertarikan manusia akan kemewahan dunia itu racun penyakit, maka obat penawar racun itu disebut " keimanan dan ketakwaan "
Dan dalam doa " sapu jagad " yang menjadi andalan
setiap mukmin, selalu saja doa itu dipanjatkan mengakhiri doa-doa yang lain :
" Rabbanaa aatina fid-dun-yaa hasanah, wafil aakhiroti hasanah, waqinaa
'adzaaban-naar " [ Ya Allah, berikanlah kami kebahagiaan dunia dan
kebahagiaan akherat, dan hindarkan kami dari siksa neraka ] tentu menjadi
pemahaman yang amat sempurna bagi kebahagiaan haqiqi sebagai nikmat Allah yang
tertinggi adalah " keimanan" dan ketakwaan kepada-Nya saja.
Permintaan pertolongan kepada Allah hendaknya menghindari
permintaan jarak dekat yang hanya dapat dinikmati di dunia yang bersifat fana
dan akan hancur ini. Bahkan kalau tidak hati-hati, nikmat jangka pendek itu
dapat menjerumuskan manusia pada " terget kemurkaan " Allah sebagai
akibat kufur nikmat dan menentang nikmat yang hakiki yakni " iman ",
sebagaimana yang terjadi pada orang Yahudi, dimana dengan nikmat keunggulan
mereka di dunia justru menghantarkan mereka menjadi komunitas yang dimurkai
oleh Allah karena " pembangkangan" mereka terhadap kebenaran yang
dibawa oleh baginda Rasulullah saw.
Sehingga golongan orang yang dimurkai Allah adalah orang Yahudi yang melawan dan membangkang terhadap kebenaran Islam, yang tentunya "sikap kontra" itu sebagai akibat dari nikmat jangka pendek yang dikaruniakan Allah kepada mereka, bahkan "tindkan melawan" mereka sungguh amat keterlaluan, sebagaimana yang disampaikan di dalam al-Qur'an, bahwa Uzair adalah anak Tuhan, dan hanya merekalah yang berhak menempati syurga dan pengakuan " kesombongan" yang lain yang masih banyak yang mengakibatkan mereka masuk ke dalam kriteria manusia yang dimurkai Allah awt.
Dan sisi inilah yang seyogyanya diminta manusia kepada Allah agar dihindarkan dari " kemurkaan" Allah, sebagai akibat hati nurani yang membangkang bahkan cenderung syirik, dan syare'at yang diubah-ubah semau gue, serta efek tasawwuf yang tidak pernah ada, karena kesombongan.
Sehingga golongan orang yang dimurkai Allah adalah orang Yahudi yang melawan dan membangkang terhadap kebenaran Islam, yang tentunya "sikap kontra" itu sebagai akibat dari nikmat jangka pendek yang dikaruniakan Allah kepada mereka, bahkan "tindkan melawan" mereka sungguh amat keterlaluan, sebagaimana yang disampaikan di dalam al-Qur'an, bahwa Uzair adalah anak Tuhan, dan hanya merekalah yang berhak menempati syurga dan pengakuan " kesombongan" yang lain yang masih banyak yang mengakibatkan mereka masuk ke dalam kriteria manusia yang dimurkai Allah awt.
Dan sisi inilah yang seyogyanya diminta manusia kepada Allah agar dihindarkan dari " kemurkaan" Allah, sebagai akibat hati nurani yang membangkang bahkan cenderung syirik, dan syare'at yang diubah-ubah semau gue, serta efek tasawwuf yang tidak pernah ada, karena kesombongan.
Dan hal kedua yang seharusnya selalu dimintakan pertolongan dari
Allah adalah terhindar dari golongan manusia yang tersesat. Yakni manusia yang
karena kebodohan akan ketauhidan, fanatisme yang tanpa dasar dan alasan yang
benar, kemudian diyakini dipedomani dan diperjuangkan, lalu mereka tersesat
tanpa tahu jalan yang sebenarnya harus ditempuh, untuk menggapai kebahagiaan
duniawi dan ukhrowi, lahir dan batin.
Dalam ayat ini, yang dimaksudkan adalah orang-orang Nasrani yang salah memahami tauhid, yang seharusnya ' MENG-ESAKAN " Allah, tapi justru meyakini kelebihan Isa as. Melebihi Tuhan itu sendiri, dengan fanatisme dan pengkultusan yang tanpa dasar kebenaran, dan parahnya lagi hal yang demikian diyakini sebagai " kebenaran mutlak " yang harus dipedomani dan diperjuangkan, sehingga sampai-sampai menafikan golongan lain, bahkan tidak mengakui kebenaran ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw.
Dalam ayat ini, yang dimaksudkan adalah orang-orang Nasrani yang salah memahami tauhid, yang seharusnya ' MENG-ESAKAN " Allah, tapi justru meyakini kelebihan Isa as. Melebihi Tuhan itu sendiri, dengan fanatisme dan pengkultusan yang tanpa dasar kebenaran, dan parahnya lagi hal yang demikian diyakini sebagai " kebenaran mutlak " yang harus dipedomani dan diperjuangkan, sehingga sampai-sampai menafikan golongan lain, bahkan tidak mengakui kebenaran ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw.
Maka pada akhir surah Fatihah ini, Allah menjelaskan tata-cara
menggapai kebahagiaan dunia dan akherat, yahni "memohon pertolongan
kepadaNya agar dibimbing berjalan diatas jalan kebenaran " keimanan
", dan dihindarkan dari jalannya golongan orang yang dimurkai karena
menentang kebenaran Islam, dan juga dihindarkan dari jalannya golongan orang
tersesat, akibat kebodohan dan fanatismenya mengambil jalan hidup selain jalan
keimanan yang telah dikaruniakan oleh Allah ".
0 comments:
Posting Komentar