Edisi
N0: 3-Desember 2009 M/Dzul Hijjah 1430 H
Surah : al-Fatihah ayat : 5
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
Terjemahannya : Hanya kepada-Mu ( ya Allah )
kami menyembah dan hanya kepada-Mu ( pula ) kami mohon pertolongan.
Mukaddimah :
Ayat merupakan bagian pertengahan antara Allah dan manusia, yakni : dalam hal kewajiban dan hak yang terbagi secara seimbang, dengan kata lain adalah : " Kewajiban manusia adalah menyembahAllah, dan haknya adalah mendapatkan/ menerima pertolongan dari-Nya. Dan Kewajiban Allah adalah memberi pertolongan manusia dan hak-Nya adalah disembah ".
Sebagaimana dijelaskan pada bagian
sebelumnya, penyebutan Surah al-Fatihah sebagai Sab-'ul Matsaani adalah 7
ayat yang mengandung dua bagian secara seimbang antara Allah sebagai Dzat
Yang di-Maha-kan dan manusia sebagai hamba. Dan dalam ayat 1 s.d 4 adalah
bagian atau hak Allah yang terangkum dalam (1) penyebutan Asma-Nya sebagai
pancaran tawakkal, (2) Pemusatan segala pujian sebagai apresiasi syukur, ( 3
) Pengagungan sifat Rahman dan Rahim serta Pemilik hari qiyamat sebagai
pondasi sabar.
Dalam hal kewajiban sebenarnya merupakan hak
bagi pihak lain, demikian juga halnya dengan hak, maka tentulah menjadi
kewajiban peihak lain, secara seimbang dan saling terkait.
Bahasan :
Dalam memahami ayat ini, perlu penegasan kembali tentang hakekat posisi manusia sebagai hamba/abdi atau pihak yang memiliki ketergantungan luar biasa terhadap " Tuan/ Bendara"nya. Bahkan dalam pengertian sang lebih luas lagi, sesungguhnya manusia " hanyalah merupakan wayang, yang apabila tidak dimainkan oleh sang dalang, maka tak berfungsi apa-apa" karena sebagaimana firman Allah dalam Q.S. ash-Shoffaat: 96, yang artinya : Dan Allah-lah Yang telah menciptakan kamu dan ( menciptakan ) apa-apa yang kamu kerjakan.
Dalam hal ini, ruh sebagai anugerah Allah
yang tiada terbanding nilainya dan tak dapat tergantikan dengan yang lain,
menjadi karunia satu-satunya penentu, apakah manusia itu " hidup"
atau dia telah " mati ", sebab dengan dicabutnya " nikmat ruh "
itu dari manusia, maka ia hanyalah sebujur bangkai yang tidak bermakna dan
bernilai sama-sekali, oleh sebab itu ketergantungan mutlak manusia kepada
Allah sebagai Tuan dan Tuhannya, memberikan karunia lain lagi, selain "
ruh" yaitu kesempatan untuk mendapatkan pertolongan darinya secara bebas
dan tanpa terikat sama sekali dengan hal-hal selain Allah. Namun pertolongan
itu merupakan imbal balik dan keniscayaan dari sebuah perilaku awal, yakni
" menyembah-Nya " setulus dan sepenuh hati ( ikhlash ).
Yang dimaksud dengan bebas dab tanpa terikat adalah bahwa kewajiban manusia untuk menyembah Allah tidak terbatasi oleh persayaratan dan tidak menimbulkan efek tertentu bagi Allah, sehingga meskipun manusia secara bersama-sama tidak melakukan "penyembahan" sebagai aktifitas wajibnya saat hidup di dunia, tidak lantas ber-efek pada perubahan status "ke-Ilahi-an" Allah, dan pula tidak disyaratkan dalam penyembahan dengan syarat-syarat tertentu, seperti suku atau bangsa tertentu, tapi seluruh manusia mempunyai kewajiban " menyembah" Allah tersebut secara mutlak. Sebagaimana firman Allah dalam : Q.S. Adz-Dzariyaat : 56, yang artinya : Dan tiadalah Aku ( Allah ) ciptakan jin manusia kecuali untuk menyembah-Ku ( mengabdi pada-Ku). Meskipun mareka ( manusia ) ada yang tidak menyebah Allah karena mempunyai keyakinan kepada selain-Nya, dan mereka tetap mendapatkan pertolongan, hal itu bukan berarti merusak dan mengotori makna dari ayat ini, namun semata hanya " bentuk tanggungjawab " dan "belas kasihan" Allah kepada mereka selaku Dzat Yang Maha Mencipta, dan ini mempunyai makna yang sangat berbeda denga pertolongan bagi mereka manusia yang menghamba dan mengabdi kepada Allah.
Karena bentuk dan sifat pertolongan-Nya yang
juga berbeda. Yakni bahwa kalau terhadap manusia yang tidak mengabdi dan
menyembahnya, pertolongan itu hanya bersifat fana selama di dunia sebagai
aplikasi sifat " Rahman"nya Allah sebagaimana yang telah dibahas
pada edisi sebelumnya, namun pertolongan terhadap manusia yang mengabdi
kepada Allah adalah bersifat abadi dan tersambung, yakni dunia dan akherat,
padahal telah banyak diterangkan , bahwa hidup yang sesungguhnya bagi manusia
adalah " kehidupan di alam akherat, karena keabadiannya. Sedangkan hidup
di dunia hanyalah jembatan perantara bagi kehidupan akherat.
Karena " menyembah " merupakan
kewajiban utama manusia, maka dalam mewujudkannyapun mencakup segala aspek
kehidupan, dan di sinilah sebenarnya makna inti dari " Tauhid "
atau mengesakan Allah dalam segala hal, lahir dan batin.
Secara syar'i, bentuk ibadah digolongkan
menjadi 2 yang paling utama, yakni :
1. Mahdloh : yakni ibadah yang telah ditetapkan bentuk,jenis dan tata pelaksanaannya dalam paket yang dicontohkan oleh Rasulullah saw, seperti : shalat, zakat, puasa ramadhan dan haji dll. 2. Ghoiru Mahdloh : yakni jenis ibadah yang tidak terikat, namun orientasinya dikhususkan untuk " mencari ridlo Allah " dan diaplikasikan dalam segala aspek kehidupan, sejak bangun tidur hingga tidur kembali, bahkan dalam " tidur" sekalipun, sebagaimana yang dijelaskan oleh Rasul saw, dalam istilah " ihsan " yang jenis terbesarnya ada 99, dan paling besar dan utama urutannya adalah " kalimah thoyyibah : Laa ilaaha illalloh, dan yang terbawah, teringan dan terkecil adalah " ifadatul adzaa 'anith-thuruqaat ( menyingkirkan penghalang jalan ). Dengan demikian, sebenarnya manusia tidak dapat lepas dalam kehidupannya dari kerangka ibadah atau pengabdian ini. Namun dalam banyak realita justru perkara yang terlihat sepele ini menjadi permasalahan tersendiri, sebab sebuah aktifitas kehidupan itu disebut "ibadah" manakala orientasinya adalah " lillah " hanya untuk Allah, padahal kenyataannya sungguh sulit untuk Mewujudkannya.
Sehingga sebuah aktifitas kehidupan itu dapat
dikategorikan sebagai ibadah atau bernilai pengabdian adalah apabila
diniatkan dan diorientasikan pelaksanaannya dalam menggapai " ridlo
Allah ", yang tentunya harus didasari dengan rasa ikhlas dengan menyebut
asma-Nya ( dengan ucapan basmalah ) serta penuh rasa syukur dan sabar )
Intisari :
Ayat 5 surah al-Fatihah ini juga mengandung
makna kausalitas ( sebab akibat ) dalam hal kewajiban dan hak, artinya bahwa
apabila manusia sebagai makhluk ciptaan Allah secara ikhlas menjalani
kehidupannya di dunia ini dalam koridor " kewajiban beribadah "
kepada Allah, tentulah segala permintaan pertolongannya akan dikabulkan (
dalam arti : kabul lahir batin dan berdimensi dunia akherat ), namun bila
tidak dalam koridor itu, Allah akan tetap memberi pertolongan, namun hanya
sebatas bentuk " rahman"nya Allah di dunia saja dan tidak berdimensi
lahir batin maupun dunia akherat, mungkin justru akan memperdalam jurang
ancaman siksa neraka dengan " sepintas " pertolongan yang diberikan
kepadanya tersebut.
Intisari dari ayat 5 ini menegaskan kembali
bahwa meski " ibadah " menjadi kewajiban manusia yang harus
ditunaikan dan diemban, namun ia juga menjadi sebab datangnya pertolongan
Allah yang dapat menyebabkan keselamatannya di dunia dan akherat dan dapat
mendatangkan kebahagiaan dunia dan akherat, lahir dan batin.
Lalu jenis " pertolongan " macam
apakah yang dapat menghantar kesuksesan hakiki hidup manusia tersebut, tentu
akan dipaparkan pada kajian tafsir berikutnya.
Semoga Allah senantiasa menjadi tujuan kita dalam beraktifitas dalam kehidupan yang fana di dunia ini, dan semoga kita diselamatkan dari godaan " ketersesatan " dari beramal untuk selain-Nya yang mengakibatkan rusaknya pola hidup yang harus kita jalani. |
0 comments:
Posting Komentar