Selasa, Februari 12, 2019

MaKaTa 6 : Surah : Al-Baqarah : 3





Edisi N0: 6 -Januari 2010 M/ Muharram 1431 H

Surah : Al-Baqarah : ayat 3

ٱلَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِٱلْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ ٱلصَّلَوٰةَ وَمِمَّا رَزَقْنَٰهُمْ يُنفِقُونَ

Terjemahannya : (3) ( Yaitu ) orang-orang yang beriman( percaya ) kepada yang ghaib, dan mendirikan shalat, dan menginfakkan ( sebagian) rizki dari Allah

Mukaddimah :

Sebagaimana yang telah dijelaskan, bahwa awal surah Baqarah sebanyak 4 ayat menjelaskan tanda dan ciri-ciri orang yang takwa ( Muttaqin ). Dan dari ayat 3 inilah ciri-ciri muttaqin itu akan dimulai, dimana di dalamnya menjelaskan 3 ( tiga ) sifat sekaligus :
1. Iman ( percaya ) kepada yang ghaib
2. Mendirikan Shalat
3. Menafkahkan sebagian harta
Telah banyak dikupas dan dijelaskan tentang poin-poin tersebut di atas, namun dalam menjelaskan penafsiran masing-masing ciri, tentulah sangat banyak dan luas bahasannya. Dalam risalah kajian ini hanya akan dikemukakan poin-poin pentingnya saja, Insya Allah.

Bahasan 1 : Percaya kepada yang ghaib

Maksudnya adalah meyakini bahwa atas kekuasaanNya, Allah menciptakan makhluk di luar dimensi manusia, seperti : Qiyamah, Akherat, Surga, Neraka, bahkan Jin yang tidak kasatmata.
Dalam membahas tentang alam ghaib erat kaitannya dengan hal-hal yang tidak mampu dilihat oleh mata telanjang manusia, namun dapat dikenal melalui dalil-dalil dan nash-nash ( hadits dan al-Qur'an ) yang dalam ilmu Tauhid biasa disebut dengan " as-Sam-'iyyaat " yakni: sesuatu yang hanya dapat didengar namun harus diyakini sebagai prasarat " keimanan "

Diantara hikmah " percaya kepada yang ghaib " adalah :
1. Menekan sifat sombong, congkak dan riya'. Karena dengan meyakini adanya semua yang ghaib itu berarti dunia yang ditempati saat ini hanyalah merupakan stasiun yang harus disinggahi dari sekian banyak stasiun kehidupan, mulai : alam arwah, alam rahim, alam dunia, lalu menuju : alam kubur, qiyamah, mahsyar ( padang tempat berkumpulnya manusia setelah qiyamah ), hisab ( penghitungan amal ), mizan ( timbangan amal ), shirath ( titian akherat ), surga ( Tempat puncak segala kenikmatan )/ neraka ( Tempat puncak segala siksaan ).
2. Bersungguh-sungguh dan semangat dalam menyiapkan bekal untuk perjalanan melintasi kehidupan di alam berikut, setelah alam dunia. Dengan beribadah hanya kepada Allah ( ikhlash )
3. Berhati-hati dalam menjalani dan menuntaskan amanah kehidupan

Bahasan 2 : Mendirikan shalat

Shalat bukan hanya dilaksanakan dan dikerjakan, tapi harus ditegakkan dan didirikan, dan makna mendirikan shalat adalah : Menyempurnakan wudlu ( pra shalat ), menepati waktu yang telah ditetapkan, menyempurnakan gerakan shalat ( tumakninah ) dan melaksanakan shalat secara ikhlas ( khusu' )
Sehingga mendirikan shalat pada dasarnya adalah : melaksanakan shalat tepat pada waktunya, di dahului dengan wudlu yang sempurna, dan dilaksanakan secara khusu' dan tumakninah. Khusu' artinya jiwa dan hati yang hudlur menghadap Allah tanpa berpaling kepada yang lain saat melaksanakan shalat, sehingga secara ruhaniyah terjadi penghadapan kepada Allah dengan sempurna. Dan Tumakninah adalah tertib dan sempurnanya gerakan fisik, yakni berdiri secara tegak, tidak berdiri sebelum ruku' secara sempurna, demikian juga saat sujud dilakukan hingga 9 anggota badan ( dahi, hidung, bibir, dua telapak tangan, dua lutut dan dua jemari kaki ) menyentuh lantai. Yang pada intinya adalah secara fisik dilaksanakan secara sempurna dan paripurna, tanpa ada kesan tergesa, setengah hati atau ogah-ogahan.
Yang masih menyisakan permasalahan dari shalat ini adalah sulitnya untuk khusu'. Maka untuk melaksanakan shalat secara khusu', dirangkum dari beberapa hadits dan pendapat para ulama adalah sebagai berikut :
1. Persiapkan diri dalam waktu secukupnya, yakni umpama waktu shalat maghrib adalah pukul 17.45, maka hendaklah sudah melakukan persiapan minimal pukul 17.00, hal ini dimaksudakan agar hati dan jiwa telah terkondisi untuk melaksanakan shalat. Dan sambil menunggu datangnya waktu shalatpun hendaknya diisi dengan hal-hal yang bersifat ukhrawi ( tazkiyah nafs/ pensucian jiwa ) dengan dzikir, baca Al-Qur'an atau pencerahan melalui pendalam ilmu agama.
2. Sebaiknya dilakukan di Masjid, atau tempat khusus untuk shalat, agar terhindar dari godaan pandangan, pendengaran dan penciuman selain nuansa shalat.sebab yang paling cepat membuat tidak khusu' shalat adalah pandangan, pendengaran dan penciuman duniawi yang mudah menangkap kilatan rasa manusia untuk berpaling dari hakekat shalat.
3. Lakukanlah secara berjama'ah, karena dapat menyelamatkan nilai shalat yang dilaksanakan, yakni apabila imam khusu' dan makmum tidak, maka dinilai sebagai khusu' karena fadhilah berjama'ah dan demikian pula sebaliknya, dan bila keduanya-pun tidak dapat khusu' maka masih mendapatkan fadhilah berjama'ah.
4. Kembalikan jiwa dan hati yang lepas ( saat shalat ) kepada shalat setiap kali berpaling, dan jangan ditunda-tunda, yakni manakala jiwa hendak berkelana karena ketertarikan atau karena teringat sesuatu selain shalat, maka hendaknya segera dikembalikan dan disadarkan kepada shalat kembali, demikian secara berulang-ulang.

Bahasan 3 : Berinfaq

Yang dimaksudkan dalam kaitan dengan ini adalah " pengelolaan harta benda " sebagai rizki pemebrian Allah dengan jalan yang benar menurut syara'. Dan dirangkum dari pendapat para ulama, yang dimaksudkan dengan " berinfak " dalam ayat ini adalah :
1. Zakat : sebagai kewajiban bagi mereka yang memiliki harta yang telah mencapai nishab ( batas minimal wajib mengeluarkan zakat ), maupun haul ( bertahan selama setahun ) untuk mengeluarkan sebesar 2.5% nya untuk membersihkan nilai harta yang dimiliki, dan untuk mensucikan jiwa pemiliknya dari sifat-sifat tercela seperti kikir, bakhil dan lainnya, dalam hal zakat maal ( niaga, uang, emas maupun profesi dll ).
2. Infaq : yakni amalan sunnah mu'akkadah ( sunnah yang harus diupayakan ) dalam mewujudkan kepedulian terhadap dakwah dalam meninggikan kalimah Allah, dengan mengeluarkan sebagian harta baik berupa uang, material maupun tenaga dan fikiran dalam mewujudkan kemaslahatan umat dan pemenuhan serta penyediaan sarana prasarana untuk itu, seperti pembangunan masjid, perbaikan/renovasi madrasah, rumah sakit, maupun panti yatim dan jompo dan lain-lain yang menyangkut fasilitas umum dan sarana bersama.
3. Shadaqah : berasal kata shadaqa berarti membenarkan, yakni amalan sunnah sebagai pembuktian dan pembenaran dari rasa syukur atas karunia Allah dengan mengeluarkan sebagian harta benda yang " menjadi barang lebih " dalam arti melakukan aktifitas berbagi/sharing dengan orang lain dalam bentuk " memberikan sebgian harta benda " yang tidak mungkin dihabiskan sendiri atau kelebihan dari apa-apa yang dimiliki menurut standar kewajaran. Yakni: andai kebutuhan sekali makan itu standar-nya satu atau dua piring, maka apabila memiliki 3 atau lebih piring (menurut sunnahnya ) adalah diberikan/dibagikan kepada orang lain sebagai bentuk shadaqah. Mengapa pula harus menurut standart kewajaran? Karena kalau memperturutkan hawa nafsu, tiga gunung emas-pun belum mencukupi keinginan manusia, karena merasa belum cukup adalah bisikan hawa nafsu untuk membuat seseorang itu tamak, serakah dan tidak qona'ah. Apalagi Allah telah mengingatkan : bahwa di dalam rizki yang telah dianugerahkan kepada manusia itu, dititipkan pula bersamanya " hak para fakir miskin dan dhu'afa' yang membutuhkan uluran tangan "

0 comments:

Posting Komentar

 

Kontak