Jumat, Juli 19, 2019

KaMiNa 62 - MENJAGA ANGGOTA BADAN ( PERUT-bag 7 )

Hasil gambar untuk berjalan menanjak

Edisi N0: ( 63 ) 25 April  2019 M/  18 Sya’ban 1440 H

ÄTANJAKAN KE-3 : TANJAKAN PENGHALANG  ( Bagian 42 )
PENGHALANG KE 4 : HAWA NAFSU ( Bagian 28 )

 Menjaga Perut ( Bagian 7 ) 

Macam Mubah ( LANJUTAN )

Ada Pertanyaan :
Bagaimana apabila mengkonsumsi yang halal itu karena syahwat, apakah yang demikian ini termasuk maksiat, dan kelak akan mendapat adzab? Lalu wajibkah mencari udzur/ alasan ?

Kasus seperti itu adalah masuk dalam wilayah “ keutamaan” yang kita sebut dengan          kebaikan/ hasanah, dan hal itu masuk wilayah adab/ sopan santun, maka jika makan yang halal dengan syahwat, berarti ia telahMelakukan keburukan dan meninggalkan adab kesopanan, menghindarinya termasuk usaha memperbaiki perilaku dan tidak termasuk maksiat, dan tidak ada siksa atau adzab neraka, namun ia akan mendapat efek dijauhi makhluk, dihisab, tercela dan menjadi “ buah bibir “

è Dikucilkan dan dihisab itu bagaimana penjelasannya ?

Ketahuilah : bahwa hisam/perhitungan dalam hal ini adalah kelak di hari kiamat akan ditanya tentang apa yang telah dikerjakan, dan apa yang telah diinfakkan. Maka efek dari itu tentulah ia akan terkucil dari surga selama proses hisab perhitungan tersebut, padahal saat pelaksanaan hisab itu kondisi manusia sangat tertekan karena dalam kondisi telanjang, panas dan kehausan, maka yang demikian itu termasuk akibat yang tidak nyaman. Sebagai musibah.

èAlloh SWT telah menghalalkan makanan, lalu kenapa mesti ada cela dan ekspresi negatif dalam konsumsi ?

Sesungguhnya cela dan apresiasi negatif itu timbul karena meninggalkan aspek adab/ kesantunan, seperti saat seseorang diundang makan bersama seorang raja lalu dia melanggar etika maka ia akan mendapat apresiasi negatif dan tercela, padahal makanan yang tersedia merupakan sesuatu yang mubah/boleh.
Pada bab ini sesungguhnya terkandung pengertian, bahwa Alloh menciptakan manusia ( hamba ALloh ) adalah untuk menghamba kepadaNya, maka posisi manusia sebagai hamba Alloh dalam segala hal, dan kewajiban seorang hamba adalah menghamba kepada Alloh sebisa mungkin, maka setiap gerak-geriknya haruslah mewujudkan penghambaan semaksimal mungkin, dan bila itu tidak terealisasi maka hal itu mungkin karena dorongan nafsunya.
Seorang hamba mestinya sibuk dengan penghambaan secara terus menerus kecuali jika ada udzur/alas an, maka dunia ini  merupakan alam khidmah dan ibadah, bukan alam bersantai maupun alam pemenuhan syahwat nafsu, dan jika hal itu tidak dilaksanakan maka otomatis akan menyandang sifat tercela dan apresiasi negative.
Inilah sesungguhnya dasar pemikiran tentang halal tapi bisa berakibat pada munculnya sifat tercela.

Yang demikian ini, sesungguhnya yang kami terangkan dalam rangka memperbaiki kondisi jiwa dengan memakai cemeti/cambuk takwa, maka jika dilakukan dan dijaga, akan menghasilkan kebaikan dunia akherat. 

=============================================
wallohu a’lam bis-showab

Semoga menjadi ilmu yang manfa’ah dan  berkah serta  diridloi Alloh, aamiin

( Dari kitab : Minhajul Abidin, ilaa jannati Robil ‘aalamiin, oleh : Imam al-Ghozali    hal. 175-177 )
=============================================

Bahasan yang akan dating :
“ Analisa perihal dunia, makhluk, syetan dan nafsu  “



0 comments:

Posting Komentar

 

Kontak