Edisi N0: ( 63 ) 25 April 2019 M/ 18
Sya’ban 1440 H
Ä “ TANJAKAN KE-3 : TANJAKAN
PENGHALANG ( Bagian 42 )
PENGHALANG KE 4
: HAWA NAFSU ( Bagian 28 )
Menjaga Perut ( Bagian 7 )
Macam Mubah ( LANJUTAN )
Ada Pertanyaan :
Bagaimana apabila mengkonsumsi yang halal itu karena
syahwat, apakah yang demikian ini termasuk maksiat, dan kelak akan mendapat
adzab? Lalu wajibkah mencari udzur/ alasan ?
Kasus seperti itu adalah masuk dalam
wilayah “ keutamaan” yang kita sebut dengan kebaikan/ hasanah, dan hal itu
masuk wilayah adab/ sopan santun, maka jika makan yang halal dengan syahwat,
berarti ia telahMelakukan
keburukan dan meninggalkan adab kesopanan, menghindarinya termasuk usaha
memperbaiki perilaku dan tidak termasuk maksiat, dan tidak ada siksa atau adzab
neraka, namun ia akan mendapat efek dijauhi makhluk, dihisab, tercela dan
menjadi “ buah bibir “
è Dikucilkan dan
dihisab itu bagaimana penjelasannya ?
Ketahuilah : bahwa hisam/perhitungan dalam hal ini adalah kelak di hari
kiamat akan ditanya tentang apa yang telah dikerjakan, dan apa yang telah
diinfakkan. Maka efek dari itu tentulah ia akan terkucil dari surga selama
proses hisab perhitungan tersebut, padahal saat pelaksanaan hisab itu kondisi
manusia sangat tertekan karena dalam kondisi telanjang, panas dan kehausan,
maka yang demikian itu termasuk akibat yang tidak nyaman. Sebagai musibah.
Sesungguhnya cela dan apresiasi negatif itu timbul karena
meninggalkan aspek adab/ kesantunan, seperti saat seseorang diundang makan
bersama seorang raja lalu dia melanggar etika maka ia akan mendapat apresiasi
negatif dan tercela, padahal makanan yang tersedia merupakan sesuatu yang
mubah/boleh.
Pada
bab ini sesungguhnya terkandung pengertian, bahwa Alloh menciptakan manusia (
hamba ALloh ) adalah untuk menghamba kepadaNya, maka posisi manusia sebagai
hamba Alloh dalam segala hal, dan kewajiban seorang hamba adalah menghamba
kepada Alloh sebisa mungkin, maka setiap gerak-geriknya haruslah mewujudkan
penghambaan semaksimal mungkin, dan bila itu tidak terealisasi maka hal itu
mungkin karena dorongan nafsunya.
Seorang
hamba mestinya sibuk dengan penghambaan secara terus menerus kecuali jika ada
udzur/alas an, maka dunia ini merupakan
alam khidmah dan ibadah, bukan alam bersantai maupun alam pemenuhan syahwat
nafsu, dan jika hal itu tidak dilaksanakan maka otomatis akan menyandang sifat
tercela dan apresiasi negative.
Inilah
sesungguhnya dasar pemikiran tentang halal tapi bisa berakibat pada munculnya
sifat tercela.
=============================================
wallohu a’lam bis-showab
Semoga menjadi ilmu yang manfa’ah dan berkah serta
diridloi Alloh, aamiin
( Dari
kitab : Minhajul Abidin, ilaa jannati Robil ‘aalamiin, oleh : Imam
al-Ghozali hal. 175-177 )
=============================================
Bahasan yang akan dating :
“ Analisa perihal dunia, makhluk,
syetan dan nafsu “
0 comments:
Posting Komentar