Nama lengkapnya adalah Abu Abdul Rahman Hatim bin Alwan, terkenal dengan gelar Al-Asham, dia termasuk tokoh guru besar (syaikh) khurasan, murid Syaikh Syaqiq, guru Ahmad bin Khadrawaih. Hatim dijuluki Al-Asham (orang yang tuli) bukan karena ia tuli akan tetapi pernah ia berpura-pura tuli karena untuk menjaga kehormatan seseorang hingga ia dijuluki dengan Al-Asham. Dia pernah mengunjungi Baghdad dan menetap di kota ini sampai meninggal. Tercatat, meninggal di Wasyjard, dekat kota Tarmidz, pada tahun 237 H (852 M).
Hatim al-asham
adalah orang yang sangat sopan dan jg dermawan. Pada suatu hari datanglah
seorang wanita kepadanya untuk meminta sesuatu. Tanpa disengaja, wanita itu
telah mengeluarkan kentut dengan suara sedikit keras dihadapan Hatim Al Asham,
maka wanita itupun menjadi salah tingkah, tetapi Hatim Al Asham adalah orang yang
baik, ia mengerti bagaimana perasaan wanita, tentu wanita ini sangat malu
dengan suara kentutnya yang lumayan keras, lalu Hatim pura-pura tidak mendengar
suara kentut wanita itu.
Hatim Al Asham
berkata : “hai, keraskanlah suaramu, karena aku tidak mendengar apa yang kamu
bicarakan”, Hatim berpura-pura tuli agar wanita itu menyangka bahwa Hatim tidak
mendengar kentutnya yg membuat dirinya malu itu, kemudian wanita itu pun
mengulangi ucapannya dgn agak keras dan Hatim pun menjawabnya dg suara agak
keras pula.
Setelah urusan mereka beres, wanita itu pulang dgn gembira dan ia tidak malu
lagi dgn suara kentutnya karena ia sudah pastikan bahwa Hatim Al Asham tidak
mendengarnya.
Semenjak peristiwa itu, dan sampai 15 tahun <selama wanita itu masih
hidup>, Hatim Al Asham selalu b’pura-pura tuli, dan slama itu pula tidak ada
seorangpun yg menceritakan kpd wanita itu bahwa sebenarnya pendengaran Hatim Al
Asham masih normal selayaknya orang lain.
Sungguh begitu baik
budi pekerti Hatim, sehingga ia rela untuk berpura-pura selama 15 tahun demi
menjaga nama baik dan perasaan wanita itu.
Setelah wanita itu
meninggal dunia, Hatim Al Asham sudah tdk berpura-pura tuli lg, jika ditanya
org lain, dia dpt menjawabnya dgn mudah, tp ia selalu mengatakan :
“berbicaralah yg keras!”, kata-kata itu sudah menjadi kebiasaannya, karena
sudah 15 tahun lamanya ia selalu mengucapkan hal itu kepada siapa saja yg
menjadi lawan bicaranya.
Semenjak peristiwa
itu, maka Hatim diberi gelar AL ASHAM yg artinya si tuli, jd Hatim Al Alsham
berarti Hatim yg tuli.
Ada satu kisah tentang cara shalat HatimAl-Asham:
Hatim Al-Asham
adalah seorang ahli ibadah dan sangat bertakwa. Pada suatu hari, ia
kedatangan tamu bernama Isham bin Yusuf. “Bagaimana anda melakukan shalat?”
tanya tamunya., Hatim menjawab :
“Apabila waktu
shalat tiba, saya segera melakukan wudu lahir dan batin,” jawab Hatim.
“Apakah
perbedaan antara kedua wudu itu?” tanya Isham bingung.
Sambil memperhatikan
wajah tamunya, Hatim berkata,
“Wudu lahir adalah mencuci badan dengan
air. Sedangkan wudu batin adalah mencuci jiwa dengan tujuh sifat. Yaitu
taubat, menyesali dosa-dosa masa lalu, melepaskan diri dari ketergantungan
pada dunia, menanggalkan pujian dan penghormatan pada selain
Allah,melepaskan diri dari kendali benda,
membuang rasa dendam kesumat, dan
menyingkirkan kedengkian.
Setelah itu
aku menuju mesjid dan bersiap melaksanakan salat sambil
memusatkan pandangan ke kiblat. Aku tampil sebagai pengemis
yang papa seakan-akan Allah di hadapanku, surga di sebelah kananku,
neraka disebelah kiriku, Izrail, si pencabut nyawa, di belakangku, dan titian
Shirat dibawah telapak kakiku. Itulah salatku yang terakhir. Setelah itu
aku berniat dan bertakbir lalu membaca surah Al-Fatihah
dengan seksama seraya merenungkan arti setiap kata dan ayat.
Kemudian aku lakukan rukuk dan sujud dengan penuh kekhusyukan dan kerendahan
hati sambil menumpahkan air mata. Tasyahhud kulakukan dengan penuh
pengharapan, lalu kuucapkan salam dengan ikhlas sepenuhnya. Sejak
tiga tahun, salat yang demikianlah yang kulakukan.”
Isham tercengang mendengar jawaban Hatim.
“Hanya Andalah yang
melakukan salat seperti itu,” komentarnya.
Tiba-tiba Isham
menangis dan meraung sekuat-kuatnya sambil berdoa agar dibantu dan diberi
kemampuan melakukan ibadah seperti Hatim
Diantara mutiara hikmahnya yang lain:
1. tiada waktu pagi
datang melainkan setan mencercaku dengan pertanyaan-pertanyaan yang menggoda,
“Apa yang akan kamu makan ?” Apa yang akankamu pakai ? di manakah kamu akan
tinggal.” Saya tidak ingin hanyut dalam jebakan pertanyaan itu, maka saya cukup
menjawabnya, “Saya akan makan kematian,mengenakan kain kafan, dan tinggal di
liang lahat.”
2. pernah suatu hari
saya ditanya, “Tidakkah kamu menginginkan sesuatu ?” Maka saya jawab, “Saya
ingin selalu sehat dari pagi hingga malam hari”. Ditanyakan lagi, “Bukankah
kamu sehat selama seharian ?”. saya jawab, “sehat menurutku adalah tidak
menjalankan dosa dari pagi hingga malam”.
3. saya pernah dalam
suatu pertempuran. Saya pernah ditangkap oleh seorang tentara turki, kemudian
badan saya dilentangkan untuk disembelih. Hati saya tidak merasa takut
sedikitpun, bahkan saya menunggu keputusan Allah untukku. Ketika prajurit itu
menghunus pedangnya untuk menyembelih diriku, tiba-tiba meluncur sebuah anak
panah menembusnya sampai mati sehingga ia terlempar dariku. Sayapun segera
berdiri.
4. barangsiapa
memasuki mazhab kami, hendaklah bersedia menerima empat hal kematian: .Mati putih
karena lapar, mati hitam karena menanggung penderitaan dari manusia,mati merah
karena berbuat ketulusan untuk melawan hawa nafsu, dan mati hijaukarena fitnah.
Ada 8 nasihat yang diberikan oleh Hatim Al-Asham kepada sahabatnya pada waktu itu. Renungkan lah riwayat berikut ini:
Suatuhari, Hatim
al-Asham ditanya oleh sahabatnya, Syaqiq al-Balkhi, semoga ALLAH merahmati
keduanya.
“Kau telah
bersahabat denganku selama 30 tahun, apa yang kau dapatkan selama ini?” tanya
Syaqiq.
“Aku telah mendapatkan 8 pelajaran yang kuharapkan dapat menyelamatkanku,”
jawab Hatim
“Apa saja pelajaran itu?”
“Pertama: Kuamati
kehidupan manusia, kudapati setiap manusia memiliki kecintaan dan kesayangan.Daribeberapa
kecintaannya itu, ada yang menemaninya sampai pada sakit yang menyebabkan
kematiannya, dan ada yang mengantarnya sampai ke pekuburan, setelah itu mereka
semua pergi meninggalkannya seorang diri, tidak ada satu pun orangyang bersedia
masuk ke dalam kubur menemaninya. Kurenungkan hal ini lalu kukatakan : Sebaik-baik
kecintaan adalah yang mau menemani seseorang di dalam kubur dan menghiburnya.
Aku tidak mendapatkan yang demikian itu kecuali amal saleh.Oleh karena
itu, kujadikan amal saleh sebagai kecintaanku agar dapat menjadi pelita
kuburku, menghiburku di dalamnya, dan tidak akan meninggalkanku seorang diri.
“Kedua: Kuperhatikan bahwa manusia selalu memperuntuhkan hawa nafsunya, dan bersegera dalam memenuhi keinginan nafsunya.Lalu kurenungkan wahyu ALLAH Ta’ala :
“ Dan adapun orang
yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa
nafsunya, makasesungguhnya Surgalah tempat tinggal(nya). [an-Nazi’at/79:40-41]”
Aku yakin bahwa
Qur’an adalah haq dan benar, maka aku bersegera menentang hawa nafsuku dan
menyiapkan diri untuk memeranginya. Tidak sekali pun aku ikuti kehendaknya
sampai akhirnya ia tunduk dan taat kepada ALLAH.
Ketiga: Aku liat setiap orang berusaha mencari harta dan kesenangan duniawi, kemudian menggenggamnya erat-erat. Lalu kurenungkan wahyu ALLAH Ta’ala :
“ Apa yang ada di
sisimu akan lenyap,dan apa yang ada di sisi ALLAH kekal… [an-Nahl/16:96]”
Karena itu,
kubagi-bagikan dengan ikhlas penghasilanku kepada kaum fakir miskin agar
menjadi simpananku kelak disisi-Nya.
Keempat: Kuperhatikan sebagaian manusia beranggapan bahwa kemuliaan dan kehormatan terletak pada banyaknya pengikut dan famili, lalu mereka berbangga-bangga dengannya. Yang lain mengatakan terletak pada harta yang melimpah dan anak yang banyak, lalu mereka bermegah-megah dengannya. Sebagian yang lain mengira terletak dalam merampok harta orang lain,menzalimi dan menumpahkan darah mereka. Dan sebagian lagi menyakini bahwa kemuliaan dan kehormatan terletak dalam menghambur-hamburkan dan memboroskan harta. Aku lalu merenungkan wahyu ALLAH Ta’ala :
….sesungguhnya orang
yang palingmulia di antara kalian di sisi ALLAH adalah orang yang paling
bertaqwa diantara kalian….[al-Hujurat/49:13]
lalu kupilih takwa
karena aku yakin bahwa Qur’an itu haq dan benar, sedang pemikiran dan pendapat
mereka keliru dan tidak langgeng.
Kelima: Kuperhatikan manusia sering saling menghina dan bergunjing (ghibah). Perbuatan buruk itu ditimbulkan oleh perasaan dengki (hasad) sehubungan dengan harta, kedudukan, dan ilmu.Kemudian kurenungkan wahyu ALLAH Ta’ala :
….Kami telah
menentukan pembagian nafkah hidup di antara mereka dalam kehidupan
dunia….[az-Zukhruf/43:32]
Maka tahulah aku,
bahwa pembagian itu telah ditentukan oleh ALLAH sejak di alam azali. Oleh
karena itu,aku tidak boleh mendengki siapa pun dan harus rela dengan pembagian
yang telah diatur oleh ALLAH Ta’ala.
Keenam: Kuperhatikan manusia saling bermusuhan satu dengan lainnya karena berbagai sebab dan tujuan. Lalu kurenungkan wahyu ALLAH Ta’ala :
Sesungguhnya setan
itu adalah musuh bagi kalian, maka anggaplah ia musuh (kalian)….[Fathir/35:6]
Maka sadarlah aku,
bahwa aku tidak boleh memusuhi siapa pun kecuali setan.
Ketujuh :
Kuperhatikan setiap orang berusaha keras dan berlebihan dalam mencari makan dan
nafkah hidup dengan cara yang menyebabkan mereka terjerumus dalam perkara yang
syubhat dan haram, juga dengan cara yang dapat menghinakan diri dan mengurangi
kehormatannya. Lalu kerunungkan wahyuALLAH Ta’ala :
Dan tidak ada satu
binatang melatapun di bumi ini melainkan ALLAH-lah yang menanggung
rezekinya.[Hud/11:6]
Maka sadarlah aku,
bahwa sesungguhnya rezeki ada di tangan ALLAH Ta’ala, dan Ia telah memberikan
jaminan. Oleh karena itu, aku lalu menyibukkan diri dengan ibadah dan tidak
meletakkan harapan pada selain-Nya.
Kedelapan: Kuperhatikan sebagian orang yang menyandarkan diri pada benda-benda buatan manusia, sebagian orang bergantung pada dinar dan dirham, sebagian pada harta dan kekuasaan, sebagian pada kerajinan dan industri, dan sebagian lagi pada sesama makhluk. Lalu kurenungkan wahyu ALLAH Ta’ala :
….dan barang siapa
bertawakal kepadaALLAH niscaya Ia akan mencukupi (keperluan)-nya. Sesungguhnya
ALLAHmelaksanakan urusan (yang dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya ALLAH telah
mengadakan ketentuan bagi segala sesuatu.[at-Thalaq/65:3]
Maka aku pun lalu
bertawakal kepadaALLAH Ta’ala dan mencukupkan diri dengan-Nya, karena Ia adalah
sebaik-baik Dzat yang bisa kupercaya untuk mengurus dan melindungi semua
kepentinganku.”
(Setelahmendengar uraian Hatim) Syaqiq berkata, “Semoga ALLAH memberimu taufik. Aku telah membaca Taurat, Injil, Zabur dan Furqan (Qur’an) ternyatasemua kitab itu membahas kedelapan persoalan ini. Oleh karena itu, barang siapa mengamalkannya, maka ia telah mengamalkan keempat kitab tersebut.”
Subhanallah…smoga kita bisa lebih mencintai ALLAH…melebihi apapun…bisa mengambil pelajaran dari kisahi HATIM AL-ASHAM
0 comments:
Posting Komentar