Pertemuan 7 – Ahad 23 September 2018 M / 13 Muharrom 1440 H
|
KAJIAN KITAB FATHUL-BARI ( SYARAH SHOHIH BUKHORI ) KARYA
ALH-HAFIDZ AHMAD BIN ALI BIN HAJAR
AL-ASQOLANIY ( 773-852 H )
KARAKTER SEORANG MUSLIM ( 2 ) :
Kami mendapat kisah dari Musaddad berkata : kami mendengar kisah dari Yahya
dari Syu’bah dari Qotadah dari Anas r.a. bahwa Nabi SAW bersabda “Tidaklah ( sempurna ) iman seorang diantara
kalian, hingga ia mencintai saudara muslim lainnya, sebagaimana ia mencintai
dirinya sendiri “ ( HR. Bukhori )
ð Ini mengenai kulaitas keimanan seseorang, dan
tidak menyangkut tentang batal dan tidaknya iman seseorang.
ð
Standar “ cinta “
adalah standar “ kedamaian “ juga menjadi ekspresi simpati dan empati
ð
Cinta
dalam ajaran islam telah dikenal sejak zaman dahulu kala, tepatnya sejak Nabi
Adam ‘alaihis salam dan Siti Hawa diciptakan. Makna cinta dalam islam sendiri
sangatlah suci. Cinta haruslah didasari oleh kasih sayang dan dibuktikan dengan
perbuatan. Dan apa-apa yang kita cintai di bumi ini haruslah karena Allah
Ta’ala. Sangat tidak baik, bahkan berbahaya jika kita mencintai hanya karena
nawa nafsu
ð Cinta sesame manusia : “Wahai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu
sekalian dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, dan menjadikan kamu
sekalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu sekalian saling
mengenal. Sesungguhnya orang-orang yang paling mulia di
antara kamu sekalian di sisi Allah ialah orang-orang yang paling takwa di
antara kamu sekalian. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”. (QS Al-Hujurat:13).
Kesimpulan :
1.
Kesempurnaan keimanan
seseorang ditentukan oleh seberapa tinggi tensi dan kualitas perhatiannya
kepada mukmin lainnya.
2.
Perhatian dan
kepedulian itu dalam segala keadaan : suka dan duka, hidup senang dan di saat
sedih, saat mendapat rizki ataupun musibah
3.
Atensi perhatiannyapun
dengan dua ekspresi : simpati dan empati
4.
Semakin tinggi
perhatiannya kepada mukmin lainnya, akan semakin sempurna keimanannya, standar
dasarnya adalah seimbang antara cinta/perhatiannya kepada mukmin lain dengan
cinta/perhatian kepada diri sendiri
5.
Keseimbangan antara
diri sendiri dan mukmin lain adalah dengan menepis sifat tercela, dalam hal ini
adalah “ sombong “ dan sifat tercela lainnya , sebagaimana firman Alloh : Negeri
akhirat itu, Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri
dan berbuat kerusakan di (muka) bumi. Dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi
orang-orang yang bertakwa.
Sumber :
Kitab Fathul-baari bisyar-khi shohiihil Bukhori, halaman : 112-114
|
0 comments:
Posting Komentar