Minggu, Januari 20, 2019

Intisari Ahad Pagi : Aqidah Ahlussunnah wal-Jama’ah



Kajian : Ahad, 23 Maret 2008

Aqidah Ahlussunnah wal-Jama’ah
Oleh : Drs. H. Yusron Kholid, M.Pd.I

إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا۟ مَا بِأَنفُسِهِمْ ۗ وَإِذَآ أَرَادَ ٱللَّهُ بِقَوْمٍ سُوٓءًا فَلَا مَرَدَّ لَهُۥ ۚ وَمَا لَهُم مِّن دُونِهِۦ مِن وَالٍ
Innallooha laa yughoyyiru maa biqoumin, hattaa yughoyyiruu maa bi ang-fusihim. Waidzaa aroodalloohu biqoumin suu-a [ng] falaa marodda lah[u], wamaa lahum min duunihii miw-waal [ Q.S : Ar-ro’d : 11 ]

Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri, Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia ( Allah ) [Surah Ar-Ro’du : 11 ]


Pada zaman Rasulullah saw, masih hidup pada masa itu, perbedaan pendapat di antara kaum Muslimin        [ sahabat ] langsung dapat diselesaikan dengan kata akhir dari Kanjeng Nabi Muhammad. Namun setelah beliau wafat, penyelesaian demikian tidak bisa terjadi dan ditemukan. Dan timbulnya perbedaan di kalangan umat Islam waktu itu adalah dalam hal imamah       (siapakah imam/pemimpim yang berhak memimpin setelah Rasul wafat), dan bukan pada persoalan aqidah, namun dari wilayah imamah itulah kemudian merambah ke permasalahan agama, terutama seputar hukum seorang muslim yang berbuat dosa besar dan bagaimana statusnya ketika ia mati, apakah tetap mukmin apa telah kafir.

Dan pada masa berikutnya, pem-bicaraan tentang aqidah juga me-rambah meluas kepada persoalan-persoalan Tuhan dan manusia,terutama terkait perbuatan manusia dan ke-kuasaan Tuhan, hingga muncullah dua kelompok moderat yang berusaha mengkompromikan keduanya, yang kemudian disebut dengan Ahlussunnah wal-Jama’ah (ASWAJA). Yaitu Asy’ariyah yang didirikan oleh Imam Abul Hasan Al-Asy’ari ( lahir di Bashrah  260 H/ 873 M, wafat di Baghdad 324 H/ 935 M ) dan Maturidiyah yang didirikan  oleh Imam Abu Manshur Al-Maturidi ( lahir di Maturid Samarkand, wafat 333 H ).

Aqidah Asy’ariyah merupakan jalan tengah ( tawasuth ) di antara kelompok-kelompok keagamaan yang berkembang pada masa itu. Yakni kelompok Jabariyah dan Qodariyah yang kembangkan oleh Mu’tazilah. Dalam membicarakan perbuatan manusia keduanya saling berseberangan. Kelompok Jabariyah berpendapat bahwa seluruh perbuatan manusia diciptakan oleh Allah dan manusia tidak memiliki peranan apapun. Sedang kelompok Qodariyah memandang bahwa perbuatan manusia diciptakan oleh manusia  itu sendiri dan terlepas dari Allah. Dengan begitu, bagi  Jabariyah kekuasaan Allah adalah mutlak dan bagi Qodariyah kekuasaan Allah itu terbatas.

Sikap tawasuth ditunjukkan oleh Asy’ariyah dengan konsep al-kasb ( upaya ),dengan maksud bahwa manusia diciptakan oleh Allah, namun manusia memiliki peranan dalam perbuatannya. Kasb memiliki makna ke-bersamaan kekuasaan manusia dengan perbuatan Tuhan. Kasb juga bermakna keaktifan dan bahwa manusia bertanggung jawab atas perbuatannya.
Dengan konsep kasb tersebut, aqidah Asy’ariyah menjadikan manusia selalu aktif berusaha secara kretaif dalam kehi-dupannya, akan tetapi tidak melupakan bahwa Tuhanlah yang menentukan semua  ( hasilnya ).

Pada zaman sekarang dan dengan gambaran yang mudah adalah kebersama-an antara ikhtiar ( usaha ) dengan tawakkal yang menyandarkan segala akibat kepada Allah.
Ikhtiar adalah usaha jasad lahiriyah untuk melakukan sesuatu perbuatan sesuai dengan fungsi anggota badan, namun tidak boleh meninggalkan rasa tawakkal dalam hati kepada Allah tentang berhasil dan tidaknya perbuatan usaha tersebut. Sebagaimana intisari dari do’a yang kita ucapkan setiap kali pergi berangkat meninggalkan rumah :

Bismillahi tawakkaltu ‘alallooh, laa haula walaa quwwata illa billah

“ Dengan nama Allah, aku tawakkal ( menyerahkan urusan ) kepada Allah, tidak ada daya dan kekuatan kecuali Allah saja “

Secara fisik kita wajib fokus konsentrasi melangkahkan kaki, menggerakkan tangan dan memeras otak, tapi dalam hati kita harus tetap ingat bahwa Allah-lah yang akan menetukan hasilnya, apakah sukses ataupun gagal. Dan jika konsep ini kita lakukan secara bersama sama ( antara usaha jasad dan tawakkal hati ), maka apabila berhasil, tidak lantas membuat kita sombong dan melupakan kekuasaan Allah, dan bila gagal, maka tidak serta merta kita frustasi dan putus asa.

Sehingga dalam setiap aktifitas kehidupan ini, hendaknya selalu mengkombinasikan antara nalar yang baik dalam usaha (ihtiar) dan kejernihan hati dalam tawakkal. Tidak dengan memilah antara keduanya. Ihtiar adalah gerak jasad lahir, dan tawakkal adalah aktifitas hati ruhaniyah.


Untuk memfokuskan ihtiar usaha, maka harus memperkokoh rasa sabar; sabar ketika gagal dan sabar ketika berhasil.
Sabar ketika gagal artinya adalah tidak lantas marah-marah pada keadaan yang ada, tapi harus diterima sebagai ujian dan cobaan dari Allah, yang selalu disediakan bagi orang yang sabar itu akibat yang baik dan mulia dari Allah.
Sabar ketika sukses ( berhasil ) artinya adalah tidak membuat kita lupa diri, sombong dan takabbur. Karena atas pertolongan Allah-lah sukses itu bisa diraih.

Dan untuk memperkokoh tawakkal dalam hati sanubari ruhaniyah kita hendaknya mempermudah dan memperbanyak rasa syukur, syukur ketika ihtiar gagal dan syukur ketika berhasil dan sukses.
Syukur ketika gagal berarti berterima kasih kepada Allah karena kita telah dipilihkan oleh-Nya pada sesuatu yang lebih maslahat dan manfaat bagi kita, karena setiap keputusan dan takdir Allah bagi manusia selalu mengandung hikmah.
Syukur ketika meraih keberhasilan berarti berterima kasih kepada Allah karena telah diberi kesempatan oleh-Nya untuk menikmati secuil kenikmatan dari sekian kenikmatan agung lainnya.

Dan diantara tanda orang yang sabar adalah tidak mudah mengaduh dan mengeluh saat ditimpa ujian dan cobaan dari Allah.
Dan diantara tanda orang yang syukur adalah tidak menyembunyikan nikmat – sekecil apapun – yang diberikan oleh Allah, dengan suka menceritakan nikmat itu kepada orang lain :

Fa-ammaa bini’mati robbika fahaddits
“ adapun terhadap nikmat Tuhanmu, maka ceriterakanlah “

semoga aqidah kita dijaga dan diridloi Allah swt. Amin yaa Mujiibas-saa-iliin ¯

0 comments:

Posting Komentar

 

Kontak