Sabtu, Januari 19, 2019

Intisari Ahad Pagi : Potret Manusia Hari ini



Kajian Ahad Pagi  : Ahad, 03 Maret 2008

Potret Manusia Hari ini
Oleh : Drs. H. Joefri

لَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ ۖ لَهُمْ قُلُوبٌ لَا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لَا يَسْمَعُونَ بِهَا ۚ أُولَٰئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ ۚ أُولَٰئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ
Walaqod dzaro’naa lijahannama katsiirom-minal jinni wal insi, lahum quluubul-laa yafqohuuna bihaa, walahum a’yunul-laa yubshiruuna bihaa, walahum aadzaanul-laa yasma’uuna bihaa, ulaa-ika kal-an’aami, bal hum adhollu, ulaa-ika humul-ghoofiluun

Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tapi tidak dipergunakan untuk memahami ( ayat-ayat Allah ), dan mereka mempunyai mata ( tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat ( tanda-tanda kekuasaan Allah ), dan mereka mempunyai telinga  ( tetapi ) tidak dipergunakannya untuk mendengar ( ayat-ayat Allah ),mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi, mereka itulah orang-orang yang lalai ( QS. Al-A’raf : 179 )
Manusia di era sekarang, kalau digam- barkan seperti rintihan pengakuan syair Abu Nawas yang sering kita lantunkan :

Ilaahii lastu lil-firdausi ahlaa
“ Ya Tuhanku, aku tidak pantas masuk ke dalam surga-Mu “

karena, begitu malasnya kita menger-jakan ibadah, dan begitu mudahnya kita berbuat maksiat, seakan amat sulit untuk bisa lolos dari godaan syetan. Maka kalau melihat polah tingkah manusia di saat-saat ini, tak pantas rasanya mengharapkan dapat memasuki pintu surga Allah yang penuh dengan segala kenikmatan ; yang tak pernah dilihat mata, tak pernah didengar telinga, dan bahkan tidak pernah terbetik di hati seorangpun ; puncak kenikmatannya.

Namun di sisi lain. Berita tentang adanya neraka yang begitu dahsyat dan mengerikan. Tempat segala derita dan siksa yang amat menakutkan. Rasanya tak seorang manusia-pun yang siap memasukinya, sebagaimana dalam sair-
Berikutnya :
walaa aqwa ‘alan-naaril jahiimi
“ Namun hamba tak kuat bila harus ma-suk neraka “

mengingat dosa yang menumpuk setiap hari, bagai hamparan pasir di laut, yang tampak setiap kali “bila kita mau muha-sabah “ sejak bangun hingga akan tidur kembali. Dan hitungan umur yang selalu susut dan berkurang. Juga kesempatan untuk terjerumus ke dalam jurang dosa yang demikian mudah.
Maka sungguh kalau bukan karena “ rahmat Allah “ , sangat mustahil bila kita mengharapkan dapat masuk surga.

Kondisi yang merepotkan ini hanya dapat diatasi dengan semakin besarnya harapan kita untuk mendapatkan “ rahmat Allah “, sedang rahmat Allah tersebut hanya dapat dicapai hanya dengan ketaatan yang murni dan utuh, yakni ikhlas melaksanakan kewajiban dan ikhlas menghindari larangan Allah, yang dalam Islam dikenal dengan istilah “ taqwa “ yang menurut bahasa berarti -
Takut, namun bukan seperti rasa takut terhadap binatang buas, tapi seperti takut kehilangan seseorang yang tercinta, maka agar tidak kehilangan, seseorang akan taat dan berupaya untuk selalu mendekat.
Sehingga salah satu tanda takwa adalah ketaatan dan kualitas ketaatannya. Seperti taatnya seorang pasien kepada dokter, yang akan melakukan apa saja yang diperintahkan oleh dokter tersebut dengan harapan “ dapat mengalami perobahan “ dari sakit menjadi sembuh.

Dengan demikian, semakin kuat keinginan seseorang untuk berobah, maka semakin tinggi pula tingkat ketaatannya.
Dan dalam hal keinginan manusia untuk merubah perilaku “maksiat “ yang sudah jelas-jelas diancam dengan neraka, kepada perilaku “ taat “ yang dijanjikan dengan imbalan surga, maka hanya dapat tercapai dengan meninggikan tingkat ketaatannya kepada “ Pemilik surga “ agar tidak kehilangan.

Resep dokter sebagai sarana mengetahui obat mana yang manjur dan cocok bagi si pasien, adalah seperti halnya “ peringatan Allah “ yang telah disampaikan kepada kita melalui para Nabi dan Rasul Allah, yang hanya dapat dipahami dan dicerna melalui “ilmu” yang bukan sembarang ilmu, tapi “ ilmu ulama “ yang kalau tidak hati-hati, maka Allah dapat saja melenyapkan ilmu-ilmu itu, hanya dengan mencabut “ para ulama “ tersebut.

Sesungguhnya dari “ ilmu ulama “ ter-sebut dapat kita pahami, bahwa se-sungguhnya hakekat harga seorang manusia di hadapan Allah sangat ditentukan oleh kualitas ketakwaannya, dan kualitas ketakwaan hanya dapat diukur dengan standar nilai batiniyah yang tersembunyi di balik jasad lahiriyah seorang manusia tersebut, sebagaimana telah dinyatakan Allah dalam Q.S. Al-A’raf Ayat 179 :

Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tapi tidak dipergunakan untuk memahami ( ayat-ayat Allah ), dan mereka mempunyai mata            (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat ( tanda-tanda kekuasaan Allah ), dan mereka mempunyai telinga   tetapi ) tidak diperguna-kannya untuk mendengar ( ayat-ayat Allah ).

Mereka ini diumpamakan bagai binatang ternak yang dungu tanpa perasaan dan keilmuan, dan apabila tidak hati-hati, maka akan lebih rendah nilai harganya dari binatang ternak tersebut.
Inilah kondisi fitrah manusia yang harus senantiasa dijaga kualitasnya agar tetap memiliki harga yang tinggi di hadapan Allah. Dan dapat selamat dari godaan dunia dan akhirnya berhak atas jaminan pahala dari Allah ( kelak ) berupa surga.

Untuk menunjang kesuksesan manusia dalam menjaga fitrah kodrati yang mulia itu, sesungguhnya Allah telah meng-anugerahkan 4 jenis yang menjadi sarana mendapatkan hidayah, di mana 2 jenisnya juga diberikan kepada binatang, yakni :
1. Hidayah ilham, yang merupakan anugerah asasi yang diberikan kepada manusia dan binatang, seperti bila sedih maka akan menangis, dsb.
2. Hidayah panca indera, yang diberikan kepada manusia, demikian juga pada binatang
3. Hidayah akal yang hanya diberikan kepada manusia
4. Hidayah syar’iyyah diniyah, yakni agama yang hanya diberikan kepada manusia
Maka potret manusia yang sempurna menurut Allah adalah : manusia yang lahir terhormat, hendaknya dapat menjalani hidup dengan terhormat, dan mati dalam kondisi terhormat pula.N

0 comments:

Posting Komentar

 

Kontak