Edisi N0: ( 59 ) 14 Maret 2019 M/ 7
Sya’ban 1440 H
Ä “ TANJAKAN KE-3 : TANJAKAN
PENGHALANG ( Bagian 39 )
PENGHALANG KE 4
: HAWA NAFSU ( Bagian 25 )
Menjaga Perut ( Bagian 4 )
Pengertian Haram dan Syubhat
Sebagian ulama berpendapat : bahwa HARAM adalah apa yang
diyakini sesuatu itu milik orang lain, dan terhalang/terlarang secara syariat,
namun jika tidak takin, namun menurut prasangka cenderung kepada keyakinan
bahwa itu milik orang lain, maka hal itu adalah SYUBHAT
Sedang menurut
ulama lain : HARAM MUTLAK adalah sesuai dengan ilmu/pengetahuan atau
kecenderungan perkiraan. Karena kecenderungan perkiraan pastilah berlaku sesuai
dengan ilmu/ pengetahuan yang sesuai dengan hokum, namun jika terjadi
keseimbangan antara kedua hal itu ( yakin dan tidak yakin ) sehingga terjadi keraguan
maka tidak perlu tarjih ( penetapan hokum) dan itu disebut dengan SYUBHAT,
menyerupai halal atau menyerupai haram, maka timbul keraguan yang mengakibatkan
penetapan hokum atasnya.
Larangan terhadap yang HARAM itu wajib hukumnya, sedangkan yang
SYUBHAT harus dilakukan penjagaan diri
dan sifat wira’i
Perbedaan Hukum Haram dan Wara’
Hukum Syara’/Syari’at adalah keputusan mengambil hukum yang berlandaskan
kemaslahatan, dan tidak perlu dipertanyakan kecuali timbul keraguan. ( antara
halal atau haram )
Hukum Wara’ adalah tidak mengambil sesuatupun sebelum diteliti dan diyakini
posisi hukumnya., jika sudah mendapat ketetapan maka jika halal, diambil, jika
haram ditolak.
Telah diriwayatkan dari Abu Bakar Shiddiq RA, suatu hari puteranya datang
membawa susu, lalu beliau meminumnya, puteranya bertanya : “ tumben, biasanya
kalau saya membawa sesuatu unutkmu, selalu bertanya perihal itu, tapi kenapa
tidak bertanya tentang susu ini ? “, Abu Bakar berkata : “ bagaimana kisahnya ?
“ putranya menjawab “ suatu saat saya bertemu kaum dan saya diberi ini” maka
Abu Bakar memuntahkan ( susu tersebut ) dan berkata : “ Ya Alloh, hanya ini (
memuntahkan susu ) kemampuanku, adapun tersisa melekat di tenggorokan aku
pasrah kepadaMu, yang demikian ini, hendaknya kamu menyelidiki lebih dulu (
wahai anakku ), jika kamu memiliki sifat wara’ “
Dari kasus di atas, dapat disimpulkan bahwa wara’ itu berbeda dengan hukum
syara’
Ketahuilah bahwa syari’at itu intinya adalah kemudahan dan kenyamanan,
untuk itu Rasululloh SAW bersabda : “ aku diutus untuk tujuan kelembutan dan
kenyaman ( hidup ).
Sedangkan wara’ itu intinya adalah
kewaspadaan dan kehati-hatian, sebagaimana dikatakan : “ urusan bagi orang yang
yakin itu lebih sempit dari 90 akad/komitmen “
Dan Wara’ itu juga termasuk syari’at, keduanya pada dasarnya
menjadi satu produk hukum, namun syari’at mempunyai dua hukum; hukum boleh dan
hukum keutamaan.
Hukum boleh itu istilahnya syari’at, dan hukum keutamaan itu
disebut hukum wara’
=============================================
wallohu a’lam bis-showab
Semoga menjadi ilmu yang manfa’ah dan berkah serta
diridloi Alloh, aamiin
( Dari
kitab : Minhajul Abidin, ilaa jannati Robil ‘aalamiin, oleh : Imam
al-Ghozali hal. 168-171 )
=============================================
0 comments:
Posting Komentar