Minggu, April 07, 2019

KaMiNa 59 - MENJAGA ANGGOTA BADAN ( PERUT-bag 4)


Edisi N0: ( 59 ) 14 Maret  2019 M/  7 Sya’ban 1440 H

ÄTANJAKAN KE-3 : TANJAKAN PENGHALANG  ( Bagian 39 )
PENGHALANG KE 4 : HAWA NAFSU ( Bagian 25 )

 Menjaga Perut ( Bagian 4 ) 

Pengertian Haram dan Syubhat

Sebagian ulama berpendapat : bahwa HARAM adalah apa yang diyakini sesuatu itu milik orang lain, dan terhalang/terlarang secara syariat, namun jika tidak takin, namun menurut prasangka cenderung kepada keyakinan bahwa itu milik orang lain, maka hal itu adalah SYUBHAT

Sedang menurut ulama lain : HARAM  MUTLAK  adalah sesuai dengan ilmu/pengetahuan atau kecenderungan perkiraan. Karena kecenderungan perkiraan pastilah berlaku sesuai dengan ilmu/ pengetahuan yang sesuai dengan hokum, namun jika terjadi keseimbangan antara kedua hal itu ( yakin dan tidak yakin ) sehingga terjadi keraguan maka tidak perlu tarjih ( penetapan hokum) dan itu disebut dengan SYUBHAT, menyerupai halal atau menyerupai haram, maka timbul keraguan yang mengakibatkan penetapan hokum atasnya.

Larangan terhadap yang HARAM itu wajib hukumnya, sedangkan yang SYUBHAT  harus dilakukan penjagaan diri dan sifat wira’i

Perbedaan Hukum Haram dan Wara’

Hukum Syara’/Syari’at adalah keputusan mengambil hukum yang berlandaskan kemaslahatan, dan tidak perlu dipertanyakan kecuali timbul keraguan. ( antara halal atau haram )

Hukum Wara’ adalah tidak mengambil sesuatupun sebelum diteliti dan diyakini posisi hukumnya., jika sudah mendapat ketetapan maka jika halal, diambil, jika haram ditolak.

Telah diriwayatkan dari Abu Bakar Shiddiq RA, suatu hari puteranya datang membawa susu, lalu beliau meminumnya, puteranya bertanya : “ tumben, biasanya kalau saya membawa sesuatu unutkmu, selalu bertanya perihal itu, tapi kenapa tidak bertanya tentang susu ini ? “, Abu Bakar berkata : “ bagaimana kisahnya ? “ putranya menjawab “ suatu saat saya bertemu kaum dan saya diberi ini” maka Abu Bakar memuntahkan ( susu tersebut ) dan berkata : “ Ya Alloh, hanya ini ( memuntahkan susu ) kemampuanku, adapun tersisa melekat di tenggorokan aku pasrah kepadaMu, yang demikian ini, hendaknya kamu menyelidiki lebih dulu ( wahai anakku ), jika kamu memiliki sifat wara’ “

Dari kasus di atas, dapat disimpulkan bahwa wara’ itu berbeda dengan hukum syara’
Ketahuilah bahwa syari’at itu intinya adalah kemudahan dan kenyamanan, untuk itu Rasululloh SAW bersabda : “ aku diutus untuk tujuan kelembutan dan kenyaman  ( hidup ).
  Sedangkan wara’ itu intinya adalah kewaspadaan dan kehati-hatian, sebagaimana         dikatakan : “ urusan bagi orang yang yakin itu lebih sempit dari 90 akad/komitmen “

Dan Wara’ itu juga termasuk syari’at, keduanya pada dasarnya menjadi satu produk hukum, namun syari’at mempunyai dua hukum; hukum boleh dan hukum keutamaan.
Hukum boleh itu istilahnya syari’at, dan hukum keutamaan itu disebut hukum wara’

=============================================
wallohu a’lam bis-showab

Semoga menjadi ilmu yang manfa’ah dan  berkah serta  diridloi Alloh, aamiin

( Dari kitab : Minhajul Abidin, ilaa jannati Robil ‘aalamiin, oleh : Imam al-Ghozali    hal. 168-171 )
=============================================


0 comments:

Posting Komentar

 

Kontak