Rabu, April 10, 2019

KaMiNa 61 - MENJAGA ANGGOTA BADAN ( PERUT-bag 6 )



Edisi N0: ( 61 ) 12 April  2019 M/  5 Sya’ban 1440 H

ÄTANJAKAN KE-3 : TANJAKAN PENGHALANG  ( Bagian 41 )
PENGHALANG KE 4 : HAWA NAFSU ( Bagian 27 )

 Menjaga Perut ( Bagian 6 ) 

Macam Mubah ( LANJUTAN )

Macam mubah kedua :
Mengkinsumsi makanan halal hanya untuk memenuhi nafsu dirinya saja, tidak lain, maka yang demikian ini termasuk perbuatan buruk yang harus dihindari dan kelak akan dihisab, berdasarkan firman Alloh : QS. Al-Takatsur :8
ثُمَّ لَتُسْأَلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ النَّعِيمِ
kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu).

Macam mubah ketiga :

Mengkonsumsi makanan halal saat ada udzur/ alasan, sebatas untuk membantu stamina dalam beribadah kepada Alloh, maka ini dianjurkan, dan di dalam sikap seperti ini terdapat kebaikan, ihsan dan adab, tak ada sanksi dalam hal ini, tapi malah justru mendapatkan pahala, berdasarkan firman Alloh, QS. Al-Baqarah : 202
أُولَٰئِكَ لَهُمْ نَصِيبٌ مِمَّا كَسَبُوا
Artinya : “ Mereka itulah orang-orang yang mendapat bahagian daripada yang mereka usahakan

Dan Rasululloh SAW bersabda :
Artinya : “ Barangsiapa yang mencari rizki dunia secara halal, serta menghindarkan diri dari meminta-meminta serta nebjadikannya sebagai sarana saling kasih saying dengan tetangganya, dan berusaha untuk tidak menyia-nyiakan, maka pada hari kiamat wajahnya bercahaya bagaikan rembulan di malam purnama “


Syarat makanan mubah agar berdampak kebaikan dan ihsan

Yakni menuntut adanya dua syarat : (1) keadaanya (2) tujuan,niat.

Yang dimaksud dengan keadaan, yakni keadaan udzur, yaitu jika tidak dikonsumsi maka akan terambil/ hilang darinya sesuatu. Dengan penafsiran : bahwa yang mubah itu jika tidak dikonsumsi maka dampaknya adalah terputusnya ( karenanya ) hal-hal yang fardlu atau sunnah bahkan nafilah, maka dalam kondisi seperti ini mengkonsumsi yang mubah ( lebih baik daripada tidak mengkonsumsinya ), sesungguhnya meninggalkan mubah dalam urusan dunia itu ada fadhilah keutamaannya, kecuali ada keadaan udzur.

Sedangkan yang dimaksud dengan tujuan/ niat adalah dari konsumsi yang mubah itu bertujuan  untuk meningkatkan dan membantu ibadah kepada Alloh, yakni dengan membuat hatinya selalu jaga, yakni jika bukan karena untuk menjaga hubungan dengan ibadah kepada ALloh maka dia tidak mengkonsumsi yang mubah tadi, inilah yang diebut dengan hujjah/alasan.

Jika alasan dan tujuan konsumsi yang mubah tadi seperti itu maka hal ini menjadi baik dan beradab, kalau tidak, maka tak akan berdampak kebaikan sama sekali.

Kemudian melakukan istiqomah dalam menjaga adab ini, memerlukan ketajaman mata hati ( bashiroh ), dan tujuan kebaikan, nahwa tidak akan mengambil/mengkonsumsi kecuali dengan tujuan dan alasan untuk beribadah kepada Alloh, sehingga jika ia lupa meniatkan itu, tetap saja akan mendapatkan “ ingatan kembali “ tentang niat dan tujuannya tersebut

=============================================
wallohu a’lam bis-showab
Semoga menjadi ilmu yang manfa’ah dan  berkah serta  diridloi Alloh, aamiin

( Dari kitab : Minhajul Abidin, ilaa jannati Robil ‘aalamiin, oleh : Imam al-Ghozali    hal. 173-175 )
=============================================

(Menjaga Perut- Bagian 8 ­)
“ Mengkonsumsi makanan halal dengan bernafsu  “

0 comments:

Posting Komentar

 

Kontak