Edisi N0: ( 61 ) 12 April 2019 M/ 5
Sya’ban 1440 H
Ä “ TANJAKAN KE-3 : TANJAKAN
PENGHALANG ( Bagian 41 )
PENGHALANG KE 4
: HAWA NAFSU ( Bagian 27 )
Menjaga Perut ( Bagian 6 )
Macam Mubah ( LANJUTAN )
Macam mubah
kedua :
Mengkinsumsi makanan halal hanya
untuk memenuhi nafsu dirinya saja, tidak lain, maka yang demikian ini termasuk
perbuatan buruk yang harus dihindari dan kelak akan dihisab, berdasarkan firman
Alloh : QS. Al-Takatsur :8
ثُمَّ لَتُسْأَلُنَّ
يَوْمَئِذٍ عَنِ النَّعِيمِ
kemudian kamu
pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan
di dunia itu).
Macam mubah ketiga :
Mengkonsumsi makanan halal saat ada udzur/ alasan, sebatas
untuk membantu stamina dalam beribadah kepada Alloh, maka ini dianjurkan, dan
di dalam sikap seperti ini terdapat kebaikan, ihsan dan adab, tak ada sanksi
dalam hal ini, tapi malah justru mendapatkan pahala, berdasarkan firman Alloh,
QS. Al-Baqarah : 202
أُولَٰئِكَ لَهُمْ نَصِيبٌ
مِمَّا كَسَبُوا
Artinya : “ Mereka itulah orang-orang yang mendapat bahagian daripada
yang mereka usahakan “
Dan Rasululloh SAW bersabda :
Artinya : “ Barangsiapa yang mencari rizki
dunia secara halal, serta menghindarkan diri dari meminta-meminta serta
nebjadikannya sebagai sarana saling kasih saying dengan tetangganya, dan
berusaha untuk tidak menyia-nyiakan, maka pada hari kiamat wajahnya bercahaya
bagaikan rembulan di malam purnama “
Syarat makanan mubah agar berdampak
kebaikan dan ihsan
Yakni menuntut adanya dua
syarat : (1) keadaanya (2) tujuan,niat.
Yang dimaksud dengan keadaan, yakni keadaan
udzur, yaitu jika tidak dikonsumsi maka akan terambil/ hilang darinya sesuatu. Dengan
penafsiran : bahwa yang mubah itu jika tidak dikonsumsi maka dampaknya adalah
terputusnya ( karenanya ) hal-hal yang fardlu atau sunnah bahkan nafilah, maka
dalam kondisi seperti ini mengkonsumsi yang mubah ( lebih baik daripada tidak
mengkonsumsinya ), sesungguhnya meninggalkan mubah dalam urusan dunia itu ada
fadhilah keutamaannya, kecuali ada keadaan udzur.
Sedangkan yang dimaksud dengan tujuan/ niat adalah
dari konsumsi yang mubah itu bertujuan
untuk meningkatkan dan membantu ibadah kepada Alloh, yakni dengan
membuat hatinya selalu jaga, yakni jika bukan karena untuk menjaga hubungan
dengan ibadah kepada ALloh maka dia tidak mengkonsumsi yang mubah tadi, inilah
yang diebut dengan hujjah/alasan.
Jika alasan dan tujuan konsumsi
yang mubah tadi seperti itu maka hal ini menjadi baik dan beradab, kalau tidak,
maka tak akan berdampak kebaikan sama sekali.
Kemudian melakukan istiqomah dalam menjaga adab
ini, memerlukan ketajaman mata hati ( bashiroh ), dan tujuan kebaikan, nahwa
tidak akan mengambil/mengkonsumsi kecuali dengan tujuan dan alasan untuk
beribadah kepada Alloh, sehingga jika ia lupa meniatkan itu, tetap saja akan
mendapatkan “ ingatan kembali “ tentang niat dan tujuannya tersebut
=============================================
wallohu a’lam bis-showab
Semoga menjadi ilmu yang manfa’ah dan berkah serta
diridloi Alloh, aamiin
( Dari
kitab : Minhajul Abidin, ilaa jannati Robil ‘aalamiin, oleh : Imam
al-Ghozali hal. 173-175 )
=============================================
(Menjaga Perut- Bagian 8 )
“ Mengkonsumsi makanan halal dengan
bernafsu “
0 comments:
Posting Komentar